Oleh : Warjan
Salah satu isu yang ramai menghiasi media akhir-akhir ini adalah mobil Esemka. Mobil hasil rakitan pelajar SMK ini merupakan karya nyata anak-anak negeri yang layak mendapatkan apresiasi dan penghargaan dari semua pihak. Bagaimanapun, para pelajar SMK ini telah mampu menorehkan sejarah yang sangat penting dalam khasanah industry otomotif nasional.
Setelah mencuat mobil Kiat Esemka karya pelajar SMKN 2 Surakarta, kini banyak bermunculan produk sejenis karya pelajar SMK lainnya. Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Singosari, Kabupaten Malang, misalnya, telah berhasil memproduksi mobil pikap. Pengerjaannya bekerja sama dengan sekolah-sekolah menengah kejuruan serupa di Indonesia. Tak mau ketinggalan tren mobil nasional, siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 8 Bandung mengumumkan telah membuat lima mobil rakitan sendiri. Berbeda dengan SMK di Surakarta, pelajar Bandung ini membuat buggy car.
Memang, mobil esemka ini dirakit bukan dari komponen-komponen yang telah didesain secara terstandar melainkan dari bagian-bagian yang tercerai-berai, bahkan dari memanfaatkan barang-barang bekas. Akan tetapi kita tidak melihat dari sudut pandang itu. Kita tidak melihat pada kualitas hasil karya anak-anak muda, apalagi untuk dipersandingkan dengan mobil pabrikan yang memang sudah memiliki standarisasi otomotif. Alangkah bijaksana jika kita melihatnya dari perspektif kreatifitas anak-anak belasan tahun yang masih dalam proses belajar di bangku SMK.
Untuk ukuran anak siswa SMK sudah mampu menghasilkan karya nyata sebuah mobil, ini merupakan prestasi yang luar biasa. Kita melihat adanya potensi yang sangat prospektik pada siswa-siswa SMk yang nantinya akan sangat mempengaruhi perkembangan industry otomotif di Negara kita. Kalau masih di SMK saja sudah dapat membuat mobil maka ketika mereka sudah menjadi tenaga ahli tentu saja mampu berkarya secara gemilang.
Perlu Fasilitasi
Salah satu pertanyaan yang muncul adalah, apakah hasil karya pelajar SMK ini dapat dikomersialisasikan? Jawabannya tentu saja tergantung dari standar kualifikasi mobil Esemka, apakah dapat lolos uji kelayakan atau tidak. Jika mobil Esemka mampu mengantongi sertifikat uji kelayakan, bisa saja karya tersebut berlanjut ke proses industri. Namun hal itu memerlukan persiapan modal yang besar, dan juga persediaan komponen-komponen untuk kebutuhan perakitan monbil.
Di sinilah perlunya dukungan nyata dari Pemerintah dalam bentuk fasilitasi kebutuhan industry mobil yang dilakukan pelajar SMK. Misalnya, Pemerintah membangun pabrik yang secara khusus memproduk komponen-komponen mobil seperti mesin, dashboard, body dan sebagainya, sedangkan para siswa tinggal melakukan perakitan. Dengan cara ini akan dihasilkan karya yang standar untuk setiap jenis mobil.
Dengan cara ini, setiap SMK yang membuka program studi keahlian mekanik otomotif dapat mengembangkan perakitan mobil melalui Unit Produksi yang ada di sekolah tersebut. Megungat para pekerjanya anak-anak yang masih sekolah, tentu saja belum dapat dijamin profesionalitasnya, maka dalam implementasinya perlu dijalin kerjasama sekolah dengan perusahaan otomotif. Dunia industry otomotif hendaknya juga tidak semata-mata bermotif “bisnis oriented” melainkan juga ada tanggung jawab moral untuk ikut mengembangkan pendidikan otomotif guna memajukan industry otomotif nasional. Dalam hal ini diperlukan “intervensi” pemerintah guna memfasilitasi adanya tanggung jawab bersama antara sekolah selaku produser tenaga kerja dan dunia industry selaku usernya.
Di samping itu, marketing mobil Esemka juga perlu regulasi dan manajemen tersendiri. Apakah diserahkan kepada masing-masing sekolah, “diambil alih” oleh Pemerintah atau diserahkan kepada pihak ketiga, sehingga pemasarannya dapat melalui satu pintu. Dengan demikian tidak akan terjadi harga yang beragam untuk kategori mobil yang sama.
Pemisahan Manajmen
Seperti kita tahu bahwa mobil Esemka merupakan hasil karya para siswa yang tengah menempuh pendidikan sehingga keberadaan mereka terbatas hanya selama menempuh pendidikan di sekolah tersebut. Bagaimana keberlangsungan produksi mobil di sekolah tersebut perlu mendapat perhatian tersendiri. Itulah sebabnya perlu adanya pemisahan manajemen sekolah antara kegiatan pembelajaran dengan kegiatan produksi mobil. Kepentingan siswa untuk menyelesaikan study dapat berjalan sesuai harapan, misi produksi mobil juga dapat berlangsung.
Guna menjamin keberlangsungan produksi mobil di sekolah maka Unit Produksi yang ada di sekolah tersebut didesain sebagai “Pabrik Mobil” yang ada di lingkungan sekolah dengan manajemen yang profesional. Para siswa yang telah lulus dapat direkrut menjadi tenaga kerja permanen di Unit Produksi tersebut namun tetap memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan keterampilannya di Unit Produksi tersebut.
Sebagai sebuah pabrik, prinsip-prinsip manajemen yang berlaku di perusahaan otomotif juga perlu diterapkan dalam Unit Produksi. Dari perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan pekerjaan harus dimenej secara professional. Untuk mewujudkan hal ini, penanganan manajemen tidak mungkin ditangani sendiri oleh internal sekolah karena para guru sudah memiliki kesibukan utama sebagai pendidik. Mereka tidak mungik konsen menangani Unit Produksi secara penuh karena harus berbagi waktu. Karena itu perlu melibatkan tenaga orang luar untuk menjalankan manajemen Unit Produksi secara professional, sedangkan para guru lebih focus pada kegiatan pembelajaran otomotifnya.
Hal lain yang perlu menjadi bahan pemikiran bahwa siswa yang telah berhasil dengan karyanya mobil Esemka akan mendapatkan insenfit yang mungkin tidak sedikit. Bukan tidak mungkin, siswa yang telah merasakan nikmatnya uang kemudian mengalami penurunan motivasi belajar dan lebih enjoy di pekerjaannya. Jika masalah ini tidak diantisipasi dikhawatirkan justeru akan menghambat kesuksesan study para siswa.
Hadirnya mobil Esemka, terlepas dari pihak yang mendukung maupun yang mencibir, patut dijadikan inspirasi bangkitnya industry mobil nasional. Indutri mobil nasional yang sudah lama “tidur” mau tidak mau harus tertantang untuk membuktikan karyanya. Kalau para siswa yang masih belajar saja sudah mampu menghasilkan karyanya yang nyata, sesederhana apapun, lalu apa yang dapat dilakukan para pelaku industry yang kaya akan sumber daya?
Para siswa yang telah menunjukkan prestasinya di bidang otomotif itu tentu saja anak-anak yang memiliki potensi brilian. Karena itu merupakan langkah yang bijaksana untuk memfasilitasi mereka yang telah lulus untuk melanjutkan pendidikannya seoptimal mungkin melalui berbagai program beasiswa, bukan menjadikannya sebagai pekerja teknisi menengah. Hidup SMK!
*Penulis adalah Pengawas Dikmen Dinas Dikpora Kab Kebumen, Ketua PGRI Cabang Khusus Dinas Dikpora Kab Kebumen dan Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Kebumen.
No comments:
Post a Comment